Enjoy Wisata Budaya

Museum Taman Prasasti

Museum Taman Prasasti   Museum Taman Prasasti adalah sebuah museum cagar budaya peninggalan masa kolonial Belanda yang memiliki ±862 koleksi prasasti nisan kuno serta makam Kolonial Belanda. Museum seluas 1,2 hektar ini  menampilkan karya seni dan memamerkan kecanggihan para pematung, pemahat, kaligrafer dan sastrawan. Museum ini memiliki koleksi prasasti nisan kuno, kerajinan seni pahat, kaligrafer, koleksi kereta jenazah antik, dan juga miniatur makam khas dari 27 provinsi di Indonesia     Objek Wisata · Spot foto Adanya aneka ragam patung dan juga bangunan dengan arsitektur gaya Eropa berdiri kokoh di Museum Taman Prasasti ini menjadi salah satu sasaran yang pas untuk dijadikan sebagai latar belakang berfoto. · Arsitektur : Ketika memasuki kawasan taman, maka akan langsung disambut dengan adanya gerbang bertiang besar dengan gaya Doria khas Yunani.     Fasilitas ·       Toilet ·       Musholla ·       Auditorium ·       Parkir (Parkir tersedia (terbatas) untuk motor dan mobil kecil di halaman depan Museum Prasasti. Area Parkir lainnya tersedia di tempat parkir gedung sebelah Utara (Kantor KONI Jakarta Pusat). Akses Pengunjung melalui Pintu Masuk Utama.   Tiket Masuk ·   Dewasa                    Rp 5.000 ·   Mahasiswa               Rp 3.000 ·   Anak-anak/Pelajar    Rp 2.000   Cara menuju Taman Prasasti: ·  Busway Halte Harmoni dan Monas ·  Kereta Api Stasiun Tanah Abang kemudian naik Mikrolet 08   Jadwal ·  Hari Selasa – Minggu ·  Jam Buka Jam 09.00 - 15.00 (Hari besar tutup)   Alamat: Jl. Tanah Abang I No. 1 Petojo Sel., Gambir Jakarta Pusat Telp   :  + 6221 3854060 Email : museumprasasti@yahoo.com

Museum MACAN: Seni Modern dan Kontemporer

Apakah ada macan di Museum MACAN?! Tidak, namun disana terdapat banyak sekali hal yang menarik untuk dinikmati dan dipelajari tentang seni!       Walaupun anda tidak bisa melihat macan sungguhan di museum MACAN, jangan bersedih dulu! karena anda dapat melihat berbagai macam seni yang sangat menarik untuk dikunjungi yang akan membuat jiwa 'aesthete' anda meningkat pesat. Berlokasi di Kebon Jeruk Jakarta Barat, Museum of Modern and Contemporary Art in Nusantara (Museum MACAN) adalah institusi yang memberikan akses publik terhadap koleksi seni modern dan kontemporer yang signifikan dan terus berkembang dari Indonesia, Eropa, Ameika, dan China serta beberapa bagian Asia lainnya. Museum ini memiliki program pameran dan acara aktif di fasilitas seluas 7.100 m2.  DIkarenakan pandemi COVID-19, Museum Macan dan berbagai tempat publik lain terpaksa ditutup untuk publik. Namun usaha Museum MACAN untuk meningkatkan kesadaran tentang seni kepada masyarakat tidak berhenti sampai disitu saja loh! Museum Macan akhirnya membuat "Museum From Home" yaitu sebuah program yang memanfaatkan teknologi digital untuk memberikan beberapa informasi tentang museum, aktivitas yang dapat dikerjakan oleh anak-anak saat karantina di rumah, podcast seni, dan lain sebagainya. Berita baiknya adalah, setelah hampir 1 tahun ditutup, pada 10 Maret 2021 Museum MACAN akhirnya sudah kembali dibuka untuk publik namun dengan melaksanakan protokol kesehatan secara ketat juga pastinya.  Untuk mengetahui informasi lebih lanjut tentang syarat dan ketentuan kunjungan, anda dapat   mengunjungi website resmi Museum Macan disini: https://www.museummacan.org/visit Jadi, apalagi yang anda tunggu?

Kota Tua: Sebagai Ruang Edukasi Sejarah dan Budaya

Ambisi budaya global, kata Heru Mulyadi, sebaiknya tidak membiaskan nilai-nilai budaya lokal. Apalagi sampai memisahkan spirit generasi mudanya dari sejarah bangsa dan akar budayanya sendiri.     “Zaman ini ideologi dan warisan nilai kearifan hidup yang dianggap agung sering dimaknai secara sinis sebagai narasi lama. Sementara budaya global bersifat instan lebih mendapat tempat di hati masyarakat,” ujar seniman dan budayawan, Heru Mulyadi, saat dijumpai para wartawan di acara ‘Pengembangan Destinasi Wisata Berdasarkan Karakteristik Kawasan Kota Tua Jakarta 2019’ yang digelar di Museum Fatahillah, Jakarta Barat, Selasa (25/06/2019).   Kearifan lokal, termasuk diantaranya yang bersifat akulturasi, lanjut Heru, perlu mendapat pemahaman yang utuh. Akulturasi salah satunya menjadi indikasi adanya saling menerima terhadap kebudayaan yang berbeda. “Menjadi fondasi penting. Spirit, sikap, dan pandangan hidup bersama. Akulturasi diantaranya menciptakan toleran dan sikap saling menghargai walau budayanya berbeda,” ujar Heru.   Budaya toleran, kata Heru lagi, diperlihatkan bagaimana tempo dulu, nenek moyang bangsa Indonesia dapat hidup berdampingan walau berbeda suku dan bangsanya. Ada Nusantara, India, China, Arab (Timur Tengah), dan bangsa lainnya. “Bangsa-bangsa ini kemudian membentuk budaya baru, budaya Indonesia yang kita terima hingga hari ini,” ujar pendiri bengkel kreatif Gardu Seni ini.   Acara ‘Pengembangan Destinasi Wisata Berdasarkan Karakteristik Kawasan Kota Tua Jakarta 2019’ diselenggarakan Unit Pelaksana Pengawasan dan Penataan Kota Tua Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta. Menampilkan berbagai atraksi kesenian, seperti musik Gambang Kromong, Tanjidor, dan kesenian Betawi lainnya.    Dalam rangka meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap destinasi wisata kota tua ini, panitia juga menggelar Festival Teater dan Lomba Lukis Sketsa dengan tema sesuai karakteristik kawasan kota tua. “Kegiatan ini diharapkan dapat semakin mendorong kreativitas anak-anak muda untuk mengerjakan, merasakan, dan kembali mengalami ‘harta warisan’ masa lampau. Khususnya di kawasan kota tua ini, seperti di Pecinan, Pekojan dan kawasan sekitarnya,” kata Heru.   Uniknya disepanjang pelaksanaan acara, seluruh elemen pendukung, dari mulai panitia penyelenggara, pengisi acara, pejabat terkait, hingga staf pelaksana; petugas keamanan, dan petugas kebersihan, semua mengenakan kostum tematik budaya ‘Pecinan’ dan ‘Pekojan.’    “Saya sebagai art designer mencoba mengaplikasikan nilai-nilai budaya yang melekat pada kawasan ini, khususnya budaya ‘Pecinan’ dan ‘Pekojan’ melalui peragaan busana. Semua penyelenggara acara dan pengisi acara, termasuk pejabat terkait menggunakan kostum Tionghoa (Pecinan), dan kostum Arab Pakistan (Pekojan) selama pelaksanaan kegiatan. Akulturasi budaya ini secara harmonis sudah ada sejak dulu,” ujar Alumni Akademi Seni Drama & Film (Asdrafi) Yogyakarta, jurusan penyutradaraan tahun 1982 ini.   ‘Pecinan’ dan ‘Pekojan’ di Kota Tua Secara historis, kota-kota di pulau Jawa merupakan kota-kota kolonial peninggalan rancang-bangun Belanda, termasuk kota tua Jakarta. Di kawasan kota tua Jakarta yang kini merupakan kawasan cagar budaya ini, selain Museum Fatahillah, ada juga destinasi wisata budaya kawasan ‘Pecinan,’ ‘Pekojan,’ dan kawasan Bahari (Sunda Kelapa).    Struktur sosial masyarakat kota tua Batavia (Jakarta) ini, menurut Kepala Satuan Pelaksana Pengawasan dan Penataan Kota Tua Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, Asnelly Dwita Ali, meninggalkan berbagai bukti perkembangan budaya. Berbagai elemen budaya kota tua Batavia tempo dulu ini ditunjukkan dari hasil ekskavasi antropologis, diantaranya budaya yang berkembang di kawasan ‘Pecinan,’ ‘Pekojan,’ dan kawasan Bahari (Sunda Kelapa).    “Masyarakat tahunya hanya Fatahillah. Padahal penataan destinasi wisata kota tua yang kami lakukan itu tidak hanya Museum Fatahillah. Destinasi lainnya ada, seperti kawasan Pecinan, Pekojan, hingga kawasan Sunda Kelapa,” terang Asnelly Dwita Ali.    Secara teritorial, lanjut Asnelly, kawasan Pecinan itu meliputi Glodok dan sekitarnya yang sejak dulu banyak bermukim suku Tionghoa. Sementara kawasan Pekojan adalah perkampungan di Kecamatan Tambora, Jakarta Barat. Kawasan ini sejak era kolonial Belanda sudah dikenal sebagai kampung Arab, kampung Khoja.  Pada masa itu di kampung ini banyak menetap imigran yang datang dari Hadramaut (Yaman Selatan).   Selanjutnya dua kawasan ini memiliki sejarah panjang yang tidak terpisahkan dari terbentuknya kota Jakarta. “Di kawasan inilah ada berbagai budaya yang perlu kita ingat dan kita sampaikan ke masyarakat. Diantaranya budaya busana seperti yang kita pakai sekarang, yaitu budaya Pecinan (Tionghoa) dan budaya Pekojan (Timur Tengah),” papar Asnelly.   Pemerintah, dalam hal ini Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, kata Asnelly, terus mendorong agar masyarakat lebih peduli terhadap sejarah. “Kepedulian tersebut misalnya dapat dilakukan melalui berbagai kegiatan, seperti pameran kerajinan, kuliner, pergelaran seni dan budaya yang mengandung nilai-nilai sejarah. Sehingga anak-anak masa kini tidak terputus dari akar sejarah bangsanya,