Jakarta Bebas VISA, VoA untuk Wisata diberikan kepada 43 Negara

Pemerintah melalui Direktur Jenderal Imigrasi mengeluarkan Surat Edaran Nomor IMI-0549.GR.01.01 yang berlaku sejak 6 April 2022 mengenai Kemudahan Keimigrasian Dalam Rangka Mendukung Pariwisata Berkelanjutan Pada Masa Pandemi Corona Virus Disease 2019. Cakupan mengenai kebijakan pemberian Bebas Visa Kunjungan serta Visa Kunjungan Saat Kedatangan/Visa on Arrival (VoA) khusus wisata (BVKKW/VKSKKW) diperluas. Sembilan negara ASEAN bisa masuk Jakarta dengan bebas visa kunjungan, sementara VKSK khusus wisata diberikan kepada orang asing dari 43 negara. Kebijakan Surat Edaran Direktur Jenderal Imigrasi tersebut menunjuk 19 Tempat Pemeriksaan Imigrasi (TPI) yang menjadi pintu masuk ke Indonesia. Tercatat ada tujuh bandara, delapan pelabuhan dan empat Pos Lintas Batas yang ditunjuk sebagai pintu masuk untuk subjek BVKKW/VKSKKW. Wisatawan tidak bisa masuk melalui TPI lain di luar yang sudah ditetapkan pada Surat Edaran jika ingin menggunakan fasilitas tersebut. Namun, bagi para wisatawan yang ingin keluar Indonesia bisa melalui TPI mana saja. Untuk memperoleh BVKKW atau VKSKKW, orang asing harus menunjukkan paspor kebangsaan yang sah dan masih berlaku paling singkat 6 (enam) bulan, tiket kembali atau tiket terusan untuk melanjutkan perjalanan ke negara lain, bukti pembayaran visa on arrival (untuk VKSKW), dan bukti kepemilikan asuransi sesuai dengan ketetapan Ketua Satuan Tugas Covid-19. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2019, tarif VKSKKW sebesar Rp 500.000,- Begitupun dengan perpanjangannya, biayanya Rp 500.000. Izin tinggal yang berasal dari VKSKKW bisa diperpanjang satu kali untuk jangka waktu 30 hari dan dilakukan di kantor imigrasi sesuai wilayah tempat tinggal WNA saat di Indonesia. Izin tinggal dari BVKKW maupun VKSKKW tidak dapat dialihstatuskan. Pemegangnya juga tidak diizinkan mengajukan perpanjangan izin tinggal melalui pemberian visa onshore. Berikut 43 Negara yang bisa mengajukan VoA untuk wisata: 1. Afrika Selatan 2. Amerika Serikat 3. Arab Saudi 4. Argentina 5. Australia 6. Belanda 7. Belgia 8. Brazil 9. Brunei Darussalam 10. Denmark 11. Filipina 12. Finlandia 13. Hungaria 14. India 15. Inggris 16. Italia 17. Jepang 18. Jerman 19. Kamboja 20. Kanada 21. Korea Selatan 22. Laos 23. Malaysia 24. Meksiko 25. Myanmar 26. Norwegia 27. Perancis 28. Polandia 29. Qatar 30. Selandia Baru 31. Seychelles 32. Singapura 33. Spanyol 34. Swedia 35. Swiss 36. Taiwan 37. Thailand 38. Tiongkok 39. Timor Leste 40. Tunisia 41. Turki 42. Uni Emirat Arab 43. Vietnam

Jelajah Wisata Religi dan Ziarah di Jakarta Utara

Jelajah Wisata Religi dan Ziarah di Jakarta Utara Hai sobat wisata! Jakarta Utara yang memiliki beragam destinasi wisata menjadi wilayah yang tidak boleh sobat lewatkan untuk kunjungi. Wisata religi dan ziarah dapat menjadi pilihan yang akan memenuhi kebutuhan spiritualitas sobat wisata. Berikut Jakarta Tourism rekomendasikan beberapa destinasi menarik yang dapat sobat wisata kunjungi, 1. Masjid Al Mukarromah atau Masjid Kampung Bandan Masjid Al Mukarroham atau yang juga dikenal dengan nama Masjid Kampung Bandan awalnya merupakan sebuah mushola. Dalam bahasa Arab, nama masjid ini memiliki arti mulia atau yang dimuliakan. Masjid ini didirikan tahun 1789 oleh Sayid Abdul Rachman bin Alwi al-Syatiri. Masjid ini kemudian diteruskan putranya Sayid Alwi bin Abdul Rachman bin Alwi al-Syatiri di tahun 1913 dan selesai tahun 1917. kedua pendiri masjid ini juga dimakamkan di dalam ruang utama masjid. Pada tahun 1972, masjid ini dijadikan cagar budaya. Bangunan masjid saat ini telah mengalami beberapa kali pemugaran secara total oleh Pemprov DKI Jakarta. Semua komponen bangunan diganti dan dibangun masjid baru dengan bentuk yang sama. Lantai masjid juga dipertinggi untuk menghindari genangan air karena sering terjadi banjir. Di areal masjid ini terdapat pohon kurma yang berbuah saat Ramadhan, dan satu sumur tua dengan air tawar jernih. Rasa airnya seperti zamzam. Kini pengelolaan komplek masjid dan makam dilakukan oleh Yayasan Maqam Kramat Kampung Bandan yang saat ini juga mengelola TK Islam Al-Mukarromah dan Pondok Pesantren Yatim dan Dhuafa Al-Hasanah. Cara Menjangkau Masjid Al Mukarromah atau Masjid Kampung Bandan Masjid Al Mukarromah atau Masjid Kampung Bandan terletak di Jalan Lodan, Kampung Bandan, Pademangan, Jakarta Utara. Sobat wisata dapat menggunakan transportasi publik Bus TransJakarta menuju lokasi. (Estimasi tarif: Pukul 05.00-07.00 WIB Rp2.000,00 dan Pukul 07.00-24.00 WIB Rp3500,00) Naik TransJakarta dari Halte Kota dengan rute Blok M-Kota (Koridor 1) dan turun tepat di Kota. Lanjutkan dengan menggunakan transportasi daring menuju lokasi (estimasi tarif Rp13.000,00-Rp20.000,00), Waktu operasional Bus TransJakarta: Setiap hari, 24 jam. 2. Gereja Tugu Gereja Tugu dibangun pada tahun 1678 oleh Melchior Leydeckerdanmerupakan salah satu gereja tertua di Jakarta. Gereja ini awalnya terbuat dari kayu, namun lama kelamaan rusak dan lapuk sehingga pada tahun 1738, gereja diperbaiki dan disebut sebagai Gereja Tugu yang kedua. Lonceng yang dibangun di sisi gereja makin melengkapi penampilan gereja kedua ini. Pada tahun 1740 bangunan gereja hancur habis terbakar ketika terjadi pemberontakan cina di Batavia. Tahun 1747 Gereja Tugu dibangun kembali oleh Pendeta Mohr dan di sahkan pada 29 Juli 1774 oleh Gubernur General van lm Hoft.   Gereja Tugu hingga saat ini masih berdiri tegak dengan bentuk bangunannya yang asli meski telah beberapa kali direnovasi yaitu berupa bangunan yang sederhana yaitu dinding gereja yang dicat putih, dengan jendela dan pintu kayu berwarna coklat.  Cara menuju Gereja Tugu: Sobat wisata dapat menggunakan transportasi publik Bus TransJakarta menuju lokasi. (Estimasi tarif: Pukul 05.00-07.00 WIB Rp2.000,00 dan Pukul 07.00-24.00 WIB Rp3500,00) Naik TransJakarta dari Halte Stasiun Jatinegara dengan rute PGC 2-Tanjung Priok (Koridor 10) dan turun tepat di Halte Plumpang Pertamina. Lanjutkan dengan menggunakan transportasi daring menuju lokasi (estimasi tarif Rp20.000,00-Rp35.000,00), Waktu operasional Bus TransJakarta: Setiap hari, 24 jam. 3. Makam Portugis di Gereja Tugu Makam Portugis yang terletak di Gereja Tugu menjadi destinasi wisata ziarah yang sering dikunjungi oleh Keturunan Portugis menjelang hari natal. Orang-orang yang diizinkan untuk dimakamkam di Gereja Tugu adalah orang-orang yang memiliki garis keturunan Portugis. Pada tahun 1970. Gereja Tugu dijadikan cagar budaya oleh Gubernur Ali Sadikin. Sejarah yang melatarbelakangi kedatangan orang Portugis ke Kampung Tugu bermula pada tahun 1641, di mana Malaka yang saat itu menjadi pusat dagang bangsa Portugis mulai dikuasai pasukan Belanda. Saat itu, pasukan Belanda akhirnya dapat menguasai Malaka dan menawan orang-orang Portugis. Namun, setelah itu orang-orang Portugis itu dibebaskan kembali oleh Belanda hingga akhirnya mendapat sebutan sebagai kaum Mardijkers. Tahun 1661, orang-orang Portugis ini kemudian dipindahkan ke daerah yang saat ini bernama Kampung Tugu. Cara Menjangkau Makam Portugis di Gereja Tugu Makam Portugis di Gereja Tugu terletak di Jalan Raya Tugu Semper Barat No.20, Cilincing, Jakarta Utara. Sobat wisata dapat menggunakan transportasi publik Bus TransJakarta menuju lokasi. (Estimasi tarif: Pukul 05.00-07.00 WIB Rp2.000,00 dan Pukul 07.00-24.00 WIB Rp3500,00) Naik TransJakarta dari Halte Stasiun Jatinegara dengan rute PGC 2-Tanjung Priok (Koridor 10) dan turun tepat di Halte Plumpang Pertamina. Lanjutkan dengan menggunakan transportasi daring menuju lokasi (estimasi tarif Rp20.000,00-Rp35.000,00), Waktu operasional Bus TransJakarta: Setiap hari, 24 jam. 4. Makam Mbah Priok Habib Hasan Al Haddad atau lebih dikenal dengan Mbah Priuk adalah seorang ulama besar dan tokoh penyebar Islam di tanah Jakarta. Pada tahun 1756 yaitu saat Mbah Priok berumur 29 tahun, Mbah Priuk mengembuskan napas terakhirnya akibat sebuah kecelakaan di lautan. Jasad Mbah Priuk konon diiringi ratusan lumba-lumba ke pesisir pantai Tanjung Priuk dan akhirnya dimakamkan di Pondok Dayung. Di kalangan masyarakat, makam Mbah Priok dikenal sebagai salah satu makam keramat. Hal itu karena oleh masyarakat, Mbah Priok dianggap sebagai seorang wali atau aulia yang memiliki kedekatan dengan Tuhan.    Di kompleks makam, terdapat sebuat ruangan atau hall yang biasa digunakan untuk melakukan doa doa Bersama, disana juga terdapat sebuah kolam yang sumber airnya dipercaya membawa berkah.   Untuk datang ke Makam Mbah Priok, para pengunjung diwajibkan menggunakan pakaian yang sopan yaitu celana/rok panjang dan baju berlengan panjang serta kerudung bagi wanita.   Terdapat sebuah lapangan parkir yang luas di sekitar Makam Mbah Priok. Hal ini dikarenakan hingga saat ini, makam Mbah Priuk selalu didatangi oleh para rombongan peziarah dari penjuru nusantara yang biasanya menggunakan bus dan mobil mobil besar.   Cara menuju Makam Mbah Priok: Untuk mengunjungi makam ini, anda dapat langsung datang ke alamat Jl. Jampea No.6, RW.1, Koja, Tj. Priok, Jakarta Utara. Bagi yang ingin menggunakan kendaraan umum, anda dapat menggunakan Bus Wisata Jakarta (Bus tingkat) dengan jurusan Juanda – Makam Mbah Priok (koridor BW6). Bus ini berangkat persis dari depan pintu gerbang Masjid Istiqlal

Jelajah Wisata Religi dan Ziarah di Jakarta Selatan

Jelajah Wisata Religi dan Ziarah di Jakarta Selatan Hai Sobat Wisata! Jelajah wisata ke Jakarta Selatan tak lengkap rasanya jika tidak berkunjung pula ke wisata religi dan ziarah. Jakarta Selatan memiliki salah satu destinasi unik dan menarik yakni Masjid berbentuk Perahu. Pernahkah Sobat Wisata mengunjunginya? Selain sebagai tempat ibadah, destinasi ini juga menarik untuk didokumentasikan. Selain Masjid Perahu, berikut Jakarta Tourism rekomendasikan beberapa destinasi wisata religi dan ziarah yang wajib sobat wisata kunjungi ! 1. Masjid Al-Munada Darussalam Baiturrahman (Masjid Perahu) Masjid Perahu merupakan Masjid yang terinspirasi oleh Kisah tentang Nabi Nuh yang membangun bahtera atau kapal besar untuk menyelamatkan umatnya, Masjid yang diberi nama Masjid Agung Al-Munada Darussalam Baiturrahman ini dibangun sejak tahun 1962 oleh KH Abdurrahman Massud dan berlokasi di Jl. Casablanca, RT.3/RW.5, Menteng Dalam, Kec. Tebet, Jakarta Selatan.   Selain keunikan bangunan yang berbentuk kapal, didalam masjid ini pun terdapat ruangan yang berisikan sebuah Al-Quran dengan sampul kayu berukuran 2 x 1 meter dengan ketebalan 30 sentimeter yang dikelilingi 16 batu giok. Tempat imam di masjid inipun unik karena dihiasi dengan ukiran kaligrafi dari kayu jati dan diatas bangunan masjid terdapat emas yang jumlahnya 99 sesuai dengan Asmaul Husna yang beratnya apabila ditotal sebanyak 3 kilogram. Transportasi menuju Masjid Al-Munada Darussalam Baiturrahman (Masjid Perahu)   Masjid Al-Munada Darussalam Baiturahman (Masjid Perahu) terletak di Jalan Menteng Pulo Raya, Menteng Dalam, Jakarta Selatan. Untuk menjangkau lokasi tersebut, sobat wisata dapat menggunakan transportasi Bus TransJakarta. (Estimasi tarif: Pukul 05.00-07.00 WIB Rp2.000,00 dan Pukul 07.00-24.00 WIB Rp3500,00) Naik TransJakarta dari Halte Terminal Kampung Melayu 1 dengan rute Kampung Melayu - Stasiun Tanah Abang via Cikini (Koridor 5M) dan turun tepat di Jalan Penataran. Lanjutkan dengan menggunakan transportasi daring menuju lokasi (Tarif berkisar Rp13.000,00 - Rp25.000,00. Waktu operasional Bus TransJakarta: Setiap hari, 24 jam.    2. Masjid Agung Al-Azhar Masjid Al-Azhar merupakan masjid terbesar di Jakarta sebuelum Masjid Istiqlal selesai pada tahun 1978. Masjid ini dibangun pada 1953 dan diberi nama Al-Azhar oleh imam besar Al-Azhar di Mesir yang berkunjung pada 1960. Mesjid ini kini menjadi kompleks pusat lembaga pendidikan yang termasuk didalamnya pesantren, universitas, dan lembaga pendidikan lainnya. Masjid ini berlokasi di Jalan Sisingamangaraja, Selong, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan Transportasi menuju Masjid Agung Al-Azhar Masjid Agung Al-Azhar terletak di Jalan Singsingamangaraja, Kebayoran Baru , Jakarta Selatan. Untuk menjangkau lokasi tersebut, sobat wisata dapat menggunakan transportasi Bus TransJakarta. (Estimasi tarif: Pukul 05.00-07.00 WIB Rp2.000,00 dan Pukul 07.00-24.00 WIB Rp3500,00) Naik TransJakarta dari Halte Kota dengan rute Kota - Blok M (Koridor 1) dan turun tepat di Masjid Agung. Lanjutkan dengan berjalan kaki dan menyeberang jalan menuju lokasi. Waktu operasional Bus TransJakarta: Setiap hari, 24 jam.   3. Makam Habib Kuncung Habib Kuncung yang memiliki nama asli Habib Ahmad bin Alwi bin Hasan bin Abdullah Al-Haddad Qurfha lahir di Qurfha, Hadramaut, Tarim, Yaman pada tanggal 26 Syaban 1254 H bertepatan dengan 14 November 1838. Habib Kuncung berguru kepada ayahnya sendiri Al Habib Alwi Al Haddad,  Al Habib Ali Bin Husein Al Haddad, Al Habib Abdurrahman Bin Abdullah Al Habsyi, dan kepada Habib keramat Empang Bogor, Al Habib Abdullah Bin Mukhsin Al Attas.  Sejak kecil Habib Kuncung sudah berdagang sebagaimana halnya Rasulullah. Berdagang membuatnya mengenal wilayah Asia Tenggara, bahkan menuai sukses di Singapura. Habib Ahmad  sering muncul di Majelis Ulama kalangan Habaib di Jakarta yang dipusatkan di kediaman Habib Ali Al-Habsyi Kwitang. Namun Habib Kuncung lebih dikenal oleh masyarakat Bogor, karena banyak menghabiskan waktu disana. Kedekatannya dengan masyarakat Bogor terlihat dari panggilan “Kuncung” yang kemudian melekat padanya. Habib Ahmad juga dijuluki “Habib Kuncung” karena kerap memakai kopiah pemberian bangsawan Bugis yang berbentuk kerucut atau kuncung (mengecil ke atas). Kerajaan Bugis memberikan kopiah istimewa karena Habib Ahmad mempunyai karomah yang besar di kalangan bangsawan Bugis masa itu. Habib Kuncung dahulu saat menuntut ilmu dan berdagang selalu berpindah-pindah tempat. Belanda, Malaysia, Singapura, Batavia, dan Makassar, adalah sebagian tempat yang dijelajahinya. Habib Kuncung akhirnya bertemu dan menikah dengan istrinya di Makassar. Mereka mempunyai satu putra yang meninggal sebelum memberikan keturunan, sehingga garisnya pun terputus. Makam Habib Kuncung terletak di samping sebuah masjid di kawasan Kalibata. Habib Kuncung wafat pada usia 93 tahun, tanggal 29 Sya’ban 1345 H (1922 M). Makamnya berada di antara makam keluarga Habib Al Haddad, yang sekarang seluruhnya dibuatkan bangunan bertutup untuk memberikan kenyamanan kepada para peziarah yang datang. Transportasi menuju Makam Habib Kuncung Makam Habib Kuncung terletak di Jalan Rawajati Timur II No.69, Pancoran, Jakarta Selatan. Untuk menjangkau lokasi tersebut, sobat wisata dapat menggunakan transportasi Bus TransJakarta. (Estimasi tarif: Pukul 05.00-07.00 WIB Rp2.000,00 dan Pukul 07.00-24.00 WIB Rp3.500,00) Naik TransJakarta dari Halte Harmoni dengan rute Harmoni - PGC (Koridor 5C) dan turun tepat di Halte Cawang Otista. Lanjutkan dengan menggunakan transportasi daring menuju lokasi (Tarif berkisar Rp13.000,00 - Rp 25.000,00) Waktu operasional Bus TransJakarta: Setiap hari, 24 jam.  

Wisata Religi dan Ziarah yang Menenangkan Hati di Jakarta Pusat

Wisata Religi dan Ziarah yang Menenangkan Hati di Jakarta Pusat Hai Sobat Wisata! Jakarta Pusat merupakan jantung finansial ibu kota, bisnis dan juga administratif. Dibalik segala aktivitas yang mendera, Jakarta Pusat menyimpan sejuta pesona salah satunya dengan hadirnya beragam destinasi wisara religi dan ziarah yang menyejukan hati. Wisata religi dan ziarah selain menambah wawasan sobat wisata, juga berfungsi sebagai penawar dahaga spiritual. Berikut Jakarta Tourism merekomendasikan beberapa wisata religi dan ziarah yang wajib kamu kunjungi, 1. Gereja Katedral Jakarta Gereja Katedral yang memiliki nama resmi Gereja Maria Pelindung Diangkat Ke Surga, De Kerk van Onze Lieve Vrouwe ten Hemelopneming merupakan sebuah gereja yang diresmikan pada tahun 1901 dan dibangun dengan gaya arsitektur neo-gotik dari Eropa. Gereja Katedral dirancang dan dimulai pembangunannya oleh Pastor Antonius Dijkmans dan peletakan batu pertama dilakukan oleh Provicaris Carolus Wenneker. Pada tanggal 21 April 1901 Gereja Katedral diresmikan dan diberkati oleh Mgr. Edmundus Sybradus Luypen, SJ, Vikaris Apostolik Jakarta. Gereja Katedral juga tergolong situs cagar budaya di Jakarta. Gereja Katedral Jakarta yang kita kenal saat ini bukan merupakan gedung gereja yang asli. Gereja yang asli diresmikan pada Februari 1810. Pertengahan tahun 1891 mulai dilakukan peletakan batu pertama untuk pembangunan gereja baru. Orang yang ditunjuk untuk menjadi perencana dan arsitek pembangun gereja adalah Antonius Dijkmans.   Seiring perkembangan waktu, Gereja Katedral Jakarta mengalami perbaikan terhadap bagian bangunan yang mengalami kerusakan. Situs Cagar Budaya Gereja Katedral Jakarta kini masih berfungsi sebagaimana mestinya. Setiap harinya bangunan peribadatan ini dikunjungi oleh para umatnya. Hal menarik dari Gereja Katedral salah satunya terdapat museum yang menyimpan rekaman sejarah persebaran ajaran Katolik di Jakarta. Transportasi Menuju Gereja Katedral Jakarta - Transportasi Umum: TransJakarta (Estimasi tarif: Pukul 05.00-07.00 WIB Rp2.000,- dan Pukul 07.00-24.00 WIB Rp3500,-) Naik TransJakarta dari Halte Pulomas dengan rute Pulo Gadung - Harmoni (Koridor 2) dan turun tepat di Halte Deplu. Lanjutkan dengan berjalan kaki sekitar 500 meter menuju lokasi yang memakan waktu sekitar 6 menit. Jam operasional: Setiap hari, beroperasi selama 24 jam.   2. Masjid Istiqlal Masjid Istiqlal adalah Masjid Nasional Republik Indonesia yang menjadi kebanggaan dan juga merupakan masjid terbesar di Asia Tenggara. Perancang Masjid Istiqlal yakni Friedrich Silaban merupakan seorang Kristen Protestan. Dia dipercaya menjadi perancang masjid karena sebelumnya telah memenangkan kompetisi rancang masjid dengan gagasan tema berupa "Ketuhanan" yang diselenggarakan oleh Presiden Republik Indonesia, Bapak Ir. Soekarno. Selaras dengan semboyan Bangsa Indonesia yakni "Bhinneka Tunggal Ika" yang berarti "Berbeda-beda Tetapi Tetap Satu," Masjid Istiqlal menjadi simbol toleransi antaragama karena lokasinya berseberangan dengan Gereja Katedral. Friedrich Silaban dalam proses perancangan Masjid Istiqlal, dia memasukkan simbol-simbol yang berkaitan dengan Islam dan semangat kemerdekaan. Kubah masjid memiliki diameter sekitar 45 meter yang melambangkan tahun kemerdekaan Indonesia dan juga terdapat ukiran ayat kursi yang melingkari kubah. Selain itu masjid ini ditopang juga dengan 12 tiang yang melambangkan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW yang jatuh di tanggal 12 Rabiul Awal.Tahun 1961, pemancangan tiang pertama dilakukan oleh Presiden Republik Indonesia, Bapak Ir. Soekarno. Masjid Istiqlal terletak di Jalan Taman Wiyaja Kusuma, Jakarta Pusat yang memiliki luas 9,5 hektar. Nama "Istiqlal" diambil dari Bahasa Arab yang berarti merdeka. Masjid ini dibangun sebagai perwujudan rasa syukur Bangsa Indonesia yang merupakan mayoritas beragama Islam atas berkat Allah SWT yang telah membebaskan Indonesia dari cengekraman penjajah. Transportasi Menuju Masjid Istiqlal - Transportasi Umum: TransJakarta (Estimasi tarif: Pukul 05.00-07.00 WIB Rp2.000,- dan Pukul 07.00-24.00 WIB Rp3500,-) Naik TransJakarta dari Halte Pulo Gadung menuju Halte Harmoni (Koridor 2). Pastikan anda turun tepat di Halte Istiqlal. Perjalanan kira-kira memakan waktu sekitar 1 Jam. Jam operasional: Setiap hari, beroperasi selama 24 jam. 3. Makam Souw Beng Kong Souw Beng Kong adalah Kapiten Cina Pertama yang diangkat oleh VOC Belanda dimana pada waktu itu Gubernur Belanda adalah Jenderal JP Coen. Dia dipilih oleh Jendral Belanda untuk menjaga ketertiban saat Belanda hijrah dari Banten ke Batavia pada tahun 1916. Pada saat menjadi Kapiten Souw Beng Kong membangun Kanal Molenvielt yang kini menjadi pemisah Jl. Gajahmada dan Hayam Wuruk.  Souw Beng Kong meninggal pada April 1644, dan dikuburkan di kompleks makam keluarga, yang terletak di kebun kelapa miliknya sendiri seluas 20.000 meter persegi. Lokasinya sekarang ada di Gg Taruna, Jl Pangeran Jayakarta sejak tahun 1945.    Tahun 2008, makam tersebut berhasil dipugar oleh Yayasan Kapiten Souw Beng Kong. Lahan di sekitar makam berhasil dibebaskan, keramik lantai dan pagar juga dipasang. Selain itu, gundukan tanah juga diganti dengan yang baru. Disepanjang Jl. Pangeran Jayakarta juga dipasang tiga buah papan petunjuk jalan ke makam.  Transportasi menuju Makam Souw Beng Kong - Transportasi Umum: TransJakarta (Estimasi tarif: Pukul 05.00-07.00 WIB Rp2.000,- dan Pukul 07.00-24.00 WIB Rp3500,-) Naik Bus TransJakarta dari Halte Kota kemudian dilanjutkan dengan menggunakan angkot M15A dari stasiun Jakarta Kota menuju ke pasar Tekstil Mangga Dua dan dilanjutkan dengan perjalanan sekitar 15 menit menuju lokasi. Jam operasional Bus TransJakarta: Setiap hari, beroperasi selama 24 jam. 4. Makam Habib Abdurrahman bin Abdullah Al Habsyi (Habib Cikini)   Habib Abdurrahman bin Abdullah Al Habsyi merupakan seorang alim ulama yang melakukan syiar Islam di Batavia (kota yang kini disebut dengan Jakarta). Habib Abdurrahman memiliki nasab lengkap yakni Habib Abdurrahman bin Abdullah bin Muhammad bin Husein bin Abdurrahman bin Husein bin Abdurrahman bin Al Hadi bin Ahmad Shahib Syi'ib bin Muhammad Al Ashghar bin Alwi bin Abubakar Al Habsyi. Habib Abdurrahman bin Abdullah Al Habsyi juga dikenal dengan nama Habib Cikini.   Habib Abdurrahman lahir dari keluarga Al Habsyi pada cabang keluarga Al Hadi bin Ahmad Shahib Syi'ib dan merupakan generasi pertama dari garis keturunan keluarganya yang dilahirkan di Nusantara. Habib Abdurrahman juga merupakan ayah dari Habib Ali bin Abdurrahman al-Habsyi atau yang juga dikenal dengan Habib Ali Kwitang.   Semasa hidupnya, Habib Abdurrahman merupakan teman dekat maestro lukis Raden Saleh. Habib Abdurrahman juga menikahi Syarifah Rogayah binti Husein bin Yahya yang merupakan adik dari Raden Saleh. Namun karena tidak dikaruniai keturunan, ia kembali menikah dengan Hajah Salmah dari Jatinegara.   Habib Abdurrahman wafat pada tahun 1296 H/1879 M dan dimakamkan di Jalan Kramat No. 5 Cikini, Jakarta Pusat yang lokasinya tidak jauh dari pintu belakang Taman Ismail Marzuki (TIM). Makam Habib Abdurrahman juga merupakan salah satu cagar budaya di DKI Jakarta.   Transportasi Menuju Makam Habib Abdurrahman bin Abdullah Al Habsyi (Habib Cikini) - Transportasi Umum: TransJakarta (Estimasi tarif: Pukul 05.00-07.00 WIB Rp2.000,- dan Pukul 07.00-24.00 WIB Rp3500,-) Naik Bus TransJakarta dari Halte Harmoni dengan Rute Harmoni – PGC Koridor 5C dan turun di Halte Kramat Sentiong NU. Dari Halte Kramat Sentiong NU kemudian berjalan menuju lokasi yang jaraknya sekitar 750 meter dan kurang lebih memakan waktu sekitar 9 menit. Selain berjalan kaki, anda juga dapat menggunakan transportasi daring menuju lokasi dengan biaya sekitar Rp13.000,00 – Rp25.000,00. Jam operasional Bus TransJakarta: Setiap hari, beroperasi selama 24 jam.

Wisata Ziarah ke Kepulauan Seribu

WISATA ZIARAH KE KEPULAUAN SERIBU Hai Sobat Wisata! Kepulauan Seribu menyimpan sejuta pesona dan juga memiliki beragam destinasi wisata yang tentunya tidak boleh kamu lewatkan. Salah satu destinasi menarik yakni wisata ziarah. Berikut beberapa destinasi wisata ziarah di Kepulauan Seribu yang telah dirangkum oleh Jakarta Tourism, 1. Makam Raja Pandita Makam Raja Pandita adalah salah satu wisata ziarah di Pulau Tidung. Raja Pandita bernama Aji Muhammad Sapu dengan nama kecil Kaca lahir di Malinau, Kalimantan Utarapada 20 Juli 1817 Raja Pandita yang memiliki gelar gelar Raja Tidung XXI merupakan raja yang berasal dari suku Tidung, Kalimantan Utara. Beliau sangat bersemangat untuk melawan penjajahan namun beliau tertangkap oleh pasukan Belanda dan diasingkan ke pulau yang dinamakan Pulau Tidung pada saat ini dan kemudian wafat di Pulau Tidung pada tahun1898.  Cara menuju makam Raja Pandita: Lokasi makam Raja Pandita dapat ditemukan sekitar 20 menit dari dermaga utama Pulau Tidung Besar  Transportasi dapat ditempuh melalui. 1. Dermaga Kali Adem, Muara Angke - Menggunakan kapal tradisional (Estimasi tarif: Rp50.000,00) Memakan waktu kurang lebih 2-3 jam perjalanan untuk sampai ke Pulau Tidung Waktu operasional: 1 hari 1 kapal (1 rute/tujuan) Senin-Jum'at, pukul 08.00 WIB - Menggunakan Kapal Express Bahari (Estimasi tarif: Rp85.000,00) Memakan waktu kurang lebih 1,5 jam perjalanan untuk sampai ke Pulau Tidung Hari operasional: Rabu, Jum'at, Sabtu, Minggu 2. Dermana Marina, Ancol (Estimasi tarif: Rp100.000,00-Rp300.000,00) - Menggunakan Kapal Cepat/Speed Boat Waktu operasional: setiap hari, pukul 07.00-16.00 WIB 2. Makam Panglima Hitam Panglima Hitam atau yang disebut Kumpi Turuf adalah seorang Panglima Besar Malaysia yang melarikan diri dari Kerajaan Malaysia ke tanah Jawa bersama Putri Malysia dan singgah di Pulau Panjang, Kepulauan Seribu Utara. Setelah itu Panglima Hitam pergi dan tinggal di Pulau Tidung Kecil. Selama di pulau tersebut Panglima Hitam mengajarkan ilmu agama kepada masyarakat, konon ilmu agama yang beliau ajarkan didapatkan dari Wali Allah yakni Maulana Malik Ibrahim hingga wafatnya beliau di Pulau Tidung Kecil. Cara menjangkau lokasi: Makam Panglima Hitam dapat ditemukan dengan berjalan kaki kira-kira 20 menit dari Dermaga Pulau Tidung Kecil. Transportasi dapat ditempuh melalui. 1. Dermaga Kali Adem, Muara Angke - Menggunakan kapal tradisional (Estimasi tarif: Rp50.000,00) Memakan waktu kurang lebih 2-3 jam perjalanan untuk sampai ke Pulau Tidung Waktu operasional: 1 hari 1 kapal (1 rute/tujuan) Senin-Jum'at, pukul 08.00 WIB - Menggunakan Kapal Express Bahari (Estimasi tarif: Rp85.000,00) Memakan waktu kurang lebih 1,5 jam perjalanan untuk sampai ke Pulau Tidung Hari operasional: Rabu, Jum'at, Sabtu, Minggu 2. Dermana Marina, Ancol (Estimasi tarif: Rp100.000,00-Rp300.000,00) - Menggunakan Kapal Cepat/Speed Boat Waktu operasional: setiap hari, pukul 07.00-16.00 WIB 3. Makam Habib Ali Bin Ahmad Bin Zein Al-'Aidid Habib Ali Bin Ahmad Bin Zein Al-'Aidid seorang ulama yang berani merintis dakwah di kawasan terpencil dan berhasil. Ia adalah ulama dan mubalig asal Adramut yang pertama kali menyebarkan Islam di Pulau Panggang dan sekitarnya.  Cara menjangkau lokasi: Makam Habib Ali Bin Ahmad Bin Zein Al-'Aidid terletak di Pulau Panggang. 1. Dermana Marina, Ancol (Estimasi tarif: Rp100.000,00-Rp300.000,00) - Menggunakan Kapal Cepat/Speed Boat Waktu operasional: setiap hari, pukul 07.00-16.00 WIB

Destinasi Wisata Religi dan Ziarah di Jakarta Barat yang Menarik Untuk Dikunjungi

Destinasi Wisata Religi dan Ziarah di Jakarta Barat yang Menarik Untuk Dikunjungi Hai Sobat Wisata! DKI Jakarta memiliki beragam wisata, salah satunya wisata religi dan ziarah di Jakarta Barat. Wisata ini akan memberikan manfaat kesejukan hati dan pikiran. Berikut beberapa destinasi wisata religi dan ziarah di Jakarta Barat yang menarik untuk dikunjungi, 1. Masjid Langgar Tinggi Pada papan di atas pintu masuk masjid ditulis bahwa Masjid Langgar Tinggi didirikan pada tahun 1249 H/1829 M. Masjid ini pertama kali dibangun oleh seorang muslim dari Yaman bernama Abu Bakar diatas tanah wakaf dari Syarifah Mas’ad Barik Ba’alwi. Bangunan tersebut lalu diperluas oleh Said Naum. Namun menurut Adolf Heuken, seorang sejarahwan yang banyak meneliti sejarah kota Jakarta, tahun 1249 H itu berbetulan dengan 1833 atau 1834 M, dan bukan 1829 M. Sehingga jika tahun Hijriyah yang dijadikan pedoman, maka paling jauh masjid itu didirikan pada 1833 M. Dari namanya, kemungkinan masjid ini semula hanyalah sebuah langgar atau musala (musholla, tempat shalat; surau), yang terletak di atas sebuah rumah penginapan di tepi Kali Angke. Pada abad ke 19, kali ini masih merupakan jalur pengangkutan dan perdagangan yang sibuk. Adalah Abu Bakar Shihab, seorang saudagar muslim asal Yaman, yang kemudian mendirikan tempat penginapan ini dengan langgar di bagian atasnya. Pada November 1833 Masjid Langgar Tinggi diperbaiki oleh Syekh Sa'id Na'um (Sa'id bin Salim Na'um Basalamah), seorang saudagar kaya asal Palembang yang kemudian menjabat sebagai Kapitan Arab di wilayah Pekojan. Kapitan Arab ini diserahi kewenangan untuk mengurus tanah yang diwakafkan oleh Syarifah Mas'ad Barik Ba'alwi, yakni lahan tempat Masjid Langgar Tinggi berdiri dan tempat pemakaman umum di Tanah Abang (kini menjadi lokasi Rumah Susun Tanah Abang di Kebon Kacang). Makam Syarifah Mas'ad Barik Ba'alwi ini berada di dekat Masjid Pekojan. Setelah masa itu Masjid Langgar Tinggi mengalami beberapa kali renovasi. Kini bagian bawah masjid tidak lagi difungsikan sebagai penginapan, melainkan sebagai kediaman pengurus masjid dan ruang toko. Demikian pula, dengan semakin dangkalnya Kali Angke dan semakin kotor airnya, pintu ke arah sungai --yang dahulu kemungkinan dipakai sebagai akses langsung pelancong sungai ke penginapan dan ke masjid-- kini ditutup Daya Tarik Masjid Masjid Langgar Tinggi terletak di Jalan Pekojan Raya No 43. Masjid yang berada di bantaran sungai ini diapit oleh Jalan Pekojan di sebelah utara dan Kali Angke di selatannya. Ukuran lantai dasar Masjid Langgar Tinggi adalah 8 × 24 m, membujur sejajar dengan jalan dan sungai. Arsitektur masjid ini merupakan perpaduan gaya arsitektural Eropa, Tionghoa, dan Jawa. Pengaruh Eropa tampak pada pilar-pilar bergaya neoklasik Toskan. Sementara pengaruh Tionghoa tercermin pada hiasan penyangga balok, dan pengaruh Jawa pada denah dasarnya. Hiasan serupa tugu kecil di atas atap adalah warisan pengaruh Moor. Lantai masjid terbuat dari bilah-bilah papan kayu yang tebal. Di sisi barat masjid terdapat mihrab dan sebuah mimbar kayu. Mimbar tua (buatan tahun 1859) ini dibawa dari Palembang, sebagai penghargaan bagi Sa'id Na'um. Masjid Langgar Tinggi ditetapkan sebagai cagar budaya oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Cara Menjangkau Lokasi, Masjid Langgar Tinggi terletak di Jl. Pekojan Raya No.43,Tambora, Kota Jakarta Barat. Bagi sobat wisata yang ingin berkunjung dapat menggunakan transportasi publik menuju lokasi yakni Bus TransJakarta (Tarif: Rp3.500,00). Bus TransJakarta beroperasi setiap hari dengan waktu operasional 24. Jam. Naik Bus TransJakarta dari Halte Harmoni rute Blok M - Kota (koridor 1), kemudian turun di Halte TransJakarta Kota. Sobat wisata dapat melanjutkan dengan berjalan kaki sejauh 1,4 km yang memakan waktu kira-kira 17 menit menuju Masjid atau menggunakan jasa transportasi daring menuju lokasi dengan harga berkisar Rp13.000,00 - Rp20.000,00. 2. Masjid Jami' Al Anwar   Masjid Jami’ al Anwar didirikan pada tahun 1761 M (tepatnya, tanggal 26 Sya'ban 1174 H) Sebagaimana tertulis pada kaligrafi di ambang pintu sebelah timur. Namun untuk pendirian masjid ini ada 2 pendapat.   Pertama, Sejarah pendirian masjid ini berkaitan erat dengan peristiwa di zaman Jenderal Adrian Valckenier (1737-1741), beberapa kali terjadi ketegangan antara VOC dengan rakyat dan orang Tionghoa. Ketegangan memuncak pada tahun 1740 ketika orang-orang Tionghoa bersenjata menyusup dan menyerang Batavia. Karena kejadian ini, sang jenderal sangat marah dan memerintahkan pembunuhan massal terhadap orang-orang Tionghoa. Peristiwa ini diketahui Pemerintah Belanda, sang jenderal dimintai pertanggungjawaban dan dianggap sebagai gubernur jenderal tercela. Akibatnya, ia kemudian dipenjarakan Pemerintah Belanda pada tahun 1741. Dan tak lama kemudian sang jenderal pun akhirnya mati di penjara.   Sewaktu terjadi pembunuhan massal itu, sebagian orang Tionghoa yang sempat bersembunyi dilindungi oleh orang-orang Islam dari Banten, dan hidup bersama hingga tahun 1751. Mereka inilah yang kemudian mendirikan Masjid Angke pada tahun 1761 sebagai tempat beribadah dan markas para pejuang menentang penjajah Belanda. Masjid konon juga sering dipakai sebagai tempat perundingan para pejuang dari Banten dan Cirebon.   Berdasarkan sumber Oud Batavia karya Dr F Dehan, masjid didirikan pada hari Kamis, tanggal 26 Sya’ban 1174 H yang bertepatan dengan tanggal 2 April 1761 M oleh seorang wanita keturunan Tionghoa Muslim dari Tartar bernama Ny. Tan Nio yang bersuamikan orang Banten, dan masih ada hubungannya dengan Ong Tin Nio, istri Syarif Hidayatullah. Arsitek pembangunan masjid ini adalah Syaikh Liong Tan, dengan dukungan dana dari Ny. Tan Nio. Makam Syaikh Liong Tan, arsitek Masjid Jami Angke, yang berada di bagian belakang Masjid Jami Angke.   Kedua, Menurut sejarawan Heuken dalam bukunya Historical Sights of Jakarta, kampung di sekitar Masjid Angke dulu disebut Kampung Goesti yang dihuni orang Bali di bawah pimpinan Kapten Goesti Ketut Badudu. Kampung tersebut didirikan tahun 1709. Banyak orang Bali tinggal di Batavia, sebagian dijual oleh raja mereka sebagai budak, yang lain masuk dinas militer karena begitu mahir menggunakan tombak, dan kelompok lain lagi datang dengan sukarela untuk bercocok padi. Selama puluhan tahun orang-orang Bali menjadi kelompok terbesar kedua dari antara penduduk Batavia.   Mengingat letaknya yang berada di tengah-tengah permukiman --pada saat itu-- suku Bali di Batavia, sejarawan Denys Lombard dan juga Adolf Heuken cenderung menganggap orang-orang Bali itulah yang membangun masjid tersebut. Dugaan ini diperkuat oleh arsitektur masjid yang untuk sebagiannya berciri budaya Bali. Tercatat pula bahwa pada tahun 1804, seorang kapitan (pemimpin) suku Bali bernama Mohammad Paridan Tousalette Babandan telah menyumbangkan perolehannya dari sewa dua puluh lima rumah petak miliknya di daerah Patuakan (kini kawasan Jl Perniagaan) untuk kas Masjid Angke.   Selain orang-orang Bali, kampung sekitar masjid dulunya juga banyak dihuni masyarakat Banten dan etnis Tionghoa. Mereka pernah tinggal bersama di sini sejak peristiwa pembunuhan massal masyarakat keturunan Tionghoa oleh Belanda. Bahkan jika kita berkunjung ke tempat tersebut saat ini, akan kita lihat masih banyak warga etnis Tionghoa yang tinggal di perkampungan tersebut.Masjid Angke telah dipugar beberapa kali; meskipun demikian, masjid ini tidak kehilangan ciri-ciri asalnya. Antara tahun 1919 dan 1936 masjid ini pernah terbengkalai, akan tetapi dipugar kembali pada tahun 1951.   Daya Tarik Masjid   Arsitektur masjid ini memperlihatkan perpaduan yang harmonis di antara unsur-unsur budaya Bali, Belanda, Jawa, dan Tionghoa. Bentuk dasar bangunan yang bujur sangkar serta atap limasan yang bersusun dua memperlihatkan pengaruh Jawa. Ujung-ujung atapnya yang sedikit melengkung ke atas, mengacu pada gaya punggel rumah Bali. Sementara kusen-kusen pintu, daun pintu ganda, lubang angin di atas pintu, dan anak-anak tangga di depan menampilkan unsur Belanda. Jendela-jendela kayu, dengan terali kayu bulat torak yang dibubut, dan juga tiang-tiang utama, pun mengesankan pengaruh Jawa. Tetapi ada pula yang menganggap bahwa ujung atap yang melengkung itu lebih mirip atap rumah Cina, sedangkan tiang dan jendelanya terpengaruh Belanda.   Masjid ini juga mencerminkan keragaman etnis yang ada di Indonesia atau dulu disebut Nusantara sehingga, semua ini menjadi sebuah cerita sejarah maupun arsitektur yang sangat Bhinneka sekali. Dianggap sebagai sebuah representasi kebhinekaan etnik yang ada di Indonesia Mengingat nilai sejarahnya, Masjid Angke ditetapkan sebagai cagar budaya.   Di sekitar masjid ini dimakamkan orang-orang keturunan Arab, Bali, Banten, Pontianak, dan Tartar. Ada dua kelompok makam, yakni di belakang masjid, dan di depan, di seberang gang. Selain makam Ny. Chen, di halaman belakang masjid ada pula makam Syaikh Liong Tan, arsitek Masjid Angke; makam Syarifah Maryam; serta makam Syekh Jaffar yang konon adalah anak Pangeran Tubagus Angke. Sementara itu di seberang jalan di depan masjid terletak makam Pangeran Syarif Hamid Alkadrie, keturunan Sultan Syarif Abdurrahman Alkadrie --pendiri Kesultanan Pontianak. Di belakangnya terdapat makam Ibu Ratu Pembayun Fatimah, anak dari Sultan Maulana Hasanuddin --penguasa Kesultanan Banten. Konon katanya disini juga terdapat Makam Tubagus Angke. Cara Menjangkau Lokasi, Masjid Jami' Al Anwar terletak di Jalan Pangeran Tubagus Angke, Tambora, Jakarta Barat. Bagi sobat wisata yang ingin berkunjung dapat menggunakan transportasi publik menuju lokasi yakni Bus Trans Jakarta.(Tarif: Rp3.500,00). Bus TransJakarta beroperasi setiap hari dengan waktu operasional 24. Jam. Naik Bus TransJakarta dari Halte Semanggi rute Pinang Ranti - Pluit (koridor 9), kemudian turun di Halte TransJakarta Jembatan Dua. Sobat wisata dapat melanjutkan dengan berjalan kaki sejauh 400 meter yang memakan waktu kira-kira 5 menit menuju Masjid atau menggunakan jasa transportasi daring menuju lokasi dengan harga berkisar Rp13.000,00 - Rp20.000,00. 3. Makam Keramat Angke Salah satu makam yang terkenal di makam keramat angke yaitu makam Pangeran Syarif Hamid Al Qadri merupakan putra Sultan Pontianak yang dibuang ke Batavia pada masa pemerintahan Belanda. Semasa hidupnya ia dikenal sebagai ulama dan pejuang. Makam Pangeran Syarif Hamid Al Kadri sendiri berada di bawah cungkup, ditutupi kelambu berwarna kuning keemasan di bagian bawah dalamnya. Ayahnya, Sultan Syarif Abd. Rachman Al Kadri, adalah pendiri Kota Pontianak. Untuk mengenang jasa-jasanya banyak dari masyarakat berkunjung untuk menziarahi makamnya. Makam ini banyak dikunjungi oleh para peziarah pada malam Jum’at dengan membaca surat Yasin secara bersama-sama. Makam Keramat Angke juga selalu dipadati ribuan peziarah saat diadakan Haul yang biasanya diselenggarakan satu hari setelah hari raya Idul adha. Di sini juga rutin diadakan kegiatan-kegiatan hari besar islam. Cara Menjangkau Lokasi, Makam Keramat Angke terletak di Jalan Pangeran Tubagus Angke Gg. Mesjid I No.05, Tambora, Kota Jakarta Barat. Bagi sobat wisata yang ingin berkunjung dapat menggunakan transportasi publik menuju lokasi yakni Bus Trans Jakarta.(Tarif: Rp3.500,00). Bus TransJakarta beroperasi setiap hari dengan waktu operasional 24. Jam. Naik Bus TransJakarta dari Halte Semanggi rute Pinang Ranti - Pluit (koridor 9), kemudian turun di Halte TransJakarta Jembatan Dua. Sobat wisata dapat melanjutkan dengan berjalan kaki sejauh 400 meter yang memakan waktu kira-kira 5 menit menuju makam atau menggunakan jasa transportasi daring menuju lokasi dengan harga berkisar Rp13.000,00 - Rp20.000,00. 4. Makam Guru Al Mansur Guru Mansur ialah ulama yang mempunyai keahlian dalam suatu disiplin ilmu tertentu, mempunyai otoritas untuk mengeluarkan fatwa dan memiliki kemampuan mengajar kitab. Nama asli beliau ialah Muhammad Mansur, beliau merupakan sosok pejuang sekaligus pendakwah pada masa penjajahan Belanda. Guru Mansur adalah pengajur kemerdekaan Indonesia. Beliau menyerukan agar bangsa Indonesia memasang atau mengibarkan bendera merah putih.  Beliau menyerukan persatuan umat dengan slogannya yang terkenal, ‘rempuk!’ Yang artinya musyawarah. Cara Menjangkau Lokasi, Makam Guru Al Mansur terletak di Jalan Sawah Lio lV No 25, Jembatan Lima, Tambora, Jakarta Barat. Bagi sobat wisata yang ingin berkunjung dapat menggunakan transportasi publik menuju lokasi yakni Mikrotrans Jak Lingko (Tarif: Rp5.000,00 per 3 jam). Jak LIngko beroperasi setiap hari pukul 05.00 - 22.00 WIB. Naik Mikrotrans Jak Lingko dari Halte Tanah Abang rute Tanah Abang - Kota Intan Via Jembatan Lima (Jak.13), kemudian turun di Pasar Mitra. Sobat wisata dapat melanjutkan dengan berjalan kaki sejauh 400 meter yang memakan waktu kira-kira 5 menit menuju makam atau menggunakan jasa transportasi daring menuju lokasi dengan harga berkisar Rp13.000,00 - Rp25.000,00. 5. Makam Pangeran Wijaya Kusuma Pangeran Wijaya kusuma merupakan seorang penasihat dan panglima perang pada masa kejayaan Pangeran Jayakarta. Wijaya berarti kemenangan dan Kusuma artinya kembang. Sehingga jika diartikan Wijaya kusuma yaitu sebagai, Kembang Kemenangan. Pangeran Wijaya Kusuma ditugaskan mendampingi pemerintahan Pangeran Jayakarta Wijayakrama atas perintah Sultan Banten Maulana Yusuf. Cara Menjangkau Lokasi, Makam Pangeran Wijaya Kusuma terletak di Jalan Pangeran Tubagus Angke No.9, Wijaya Kusuma, Kec. Grogol petamburan, Kota Jakarta Barat. Bagi sobat wisata yang ingin berkunjung dapat menggunakan transportasi publik menuju lokasi yakni Bus TransJakarta (Tarif: Rp3.500,00). Bus TransJakarta beroperasi setiap hari dengan waktu operasional 24. Jam. Naik Bus TransJakarta dari Halte Harmoni rute Harmoni - Gogol (koridor 6A), kemudian turun di Halte Grogol 2. Sobat wisata dapat melanjutkan dengan menggunakan jasa transportasi daring menuju lokasi. Harga berkisar Rp30.000,00 - Rp40.000,00.

6 Destinasi Wisata Religi dan Ziarah di Jakarta Timur yang Wajib Kamu Kunjungi

6 Destinasi Wisata Religi dan Ziarah di Jakarta Timur yang Wajib Kamu Kunjungi Hai Sobat Wisata! DKI Jakarta yang menyimpan sejuta pesona menjadi destinasi wisata yang menarik dikunjungi. Mulai dari wisata kuliner, bangunan bersejarah dan lainnya. Tahukah kamu bahwa di Jakarta Timur terdapat beragam wisata religi dan ziarah yang wajib kamu dikunjungi. Berikut beberapa destinasi wisata religi dan ziarah yang direkomendasikan oleh Jakarta Tourism. 1. Vihara Amurya Bhumi Vihara Amurva Bhumi adalah Vihara yang telah berusia lebih dari 330 tahun dan merupakan vihara tertua di Jakarta Timur. Vihara ini terletak di Pasar Lama, Jatinegara, Jakarta Timur. Bangunan vihara ini didominasi oleh warna merah dan kuning. Di dalamnya terdapat patung Dewa serta lilin merah yang terus menyala sebagai simbol cahaya kehidupan. Cermin yang menghiasi sekeliling dinding yang sangat khas tionghoa menjadi simbol kesucian atau kebersihan. Terdapat pula tiga buah beduk di dalam Vihara. Beduk dibunyikan sebelum melakukan persembahyangan sebagai salah satu bentuk panggilan kepada para dewa   Vihara Amurva Bhumi selalu didatangi oleh umat Buddha yang ingin beribadah sehari-hari, selain itu pada saat imlek serta hari-hari besar lainnya, vihara selalu dipenuhi oleh para jemaat dari berbagai daerah Cara menjangkau lokasi: Anda dapat menggunakan KRL dan turun di Stasiun Jatinegara lalu berjalan menuru vihara selama 10 menit 2. Pura Aditya Jaya Pura Aditya Jaya merupakan sebuah Pura Hindu yang berlokasi di Rawamangun, Jakarta Timur. Pura ini salah satu kebanggaan bagi Warga DKI Jakarta karena merupakan Pura terbesar di DKI Jakarta. Pura ini dibangun dalam tujuh tahap. Tahap pertama dimulai pada tahun 1972, dan tahap terakhir pada tahun 1997. Wilayah Pura ini cukup luas, dan diisi dengan beragam bangunan dan ornamen dengan gaya khas Bali. Pengunjung yang datang ke Pura ini diwajibkan untuk mengenakan kain atau selendang. Saat memasuki lokasi, pengunjung akan dibuat nyaman oleh rindangnya sekeliling kompleks karena terlindung oleh pohon-pohon besar yang tumbuh. Saat hari besar agama Hindu, ribuan umat Hindu datang mengunjungi Pura Aditya Jaya untuk melakukan ritual. Selain sebagai tempat ibadah, Pura Aditya Jaya juga difungsikan sebagai tempat latihan atau beragam pementasan kesenian Bali. Cara menjangkau lokasi: Pura Aditya Jaya terletak di Jalan Daksinapati Raya No. 10, Rawamangun, Jakarta Timur. Untuk sobat wisata yang ingin pergi ke Masjid tersebut bisa menjangkaunya dengan transportasi umum yakni, Bus TransJakarta dengan waktu operasional setiap hari dan 24 jam (tarif: Rp3.500,00). Naik Bus TransJakarta dari Halte Cempaka Mas dengan rute Tanjung Priok - PGC 2 (koridor 10). Turun di Halte Utan Kayu Rawamangun dan lanjutkan dengan berjalan menuju lokasi. (sekitar 280 meter dan memakan waktu kira-kira 3 menit). 3. Masjid Jami Assalafiyah Masjid Jami Assalafiyah berasal dari beberapa kata dalam bahasa Arab. "Masjid" adalah tempat peribadatan kaum muslim. "Jami" artinya besar. "Assalafiyah" berasal dari kata "[salaf]" adalah kependekan dari "Salaf al-Ṣāliḥ" (Arab: السلف الصالح), yang artinya "pendahulu yang saleh". Dalam sejarah Islam, "pendahulu yang saleh" ini merujuk kepada tiga generasi terbaik umat Muslim, yaitu sahabat, Tabi'in, dan Tabi'ut Tabi'in. Ketiga generasi inilah dianggap sebagai contoh terbaik dalam menjalankan syariat Islam. Sedangkan "yah" berarti pengikut. Sehingga, artinya "Pengikut Para Pendahulu Yang Saleh." Masjid Jami Assalafiyah yang mulai dibangun pada tahun 1620 merupakan masjid bersejarah sekaligus bangunan cagar budaya yang ditetapkan melalui Surat Keputusan (SK) Gubernur Nomor 475 Tahun 1993. Selain itu, masjid ini dikenal juga dengan nama Masjid Pangeran Jayakarta (Achmad Jakerta) karena di kompleks masjid terdapat makam Pangeran Jayakarta, kerabat dan anaknya. Pangeran Jayakarta merupakan seorang pahlawan yang memiliki andil besar dalam perjuangan mengusir Belanda dari Ibukota.  Masjid ini telah beberapa kali direnovasi dan diperluas, tetapi beberapa bagian masjid tetap dipertahankan sesuai bangunan awalnya. Menurut Kementerian Agama Republik Indonesia, Masjid Assalafiyah saat ini berdiri di atas tanah seluas 7.000 m2 dengan luas bangunan 450 m2. Daya tampung jamaahnya 800 orang, dan jumlah pengurusnya 25 orang. Cara Menjangkau Lokasi: Masjid Assalafiyah terletak di Jalan Jatinegara Kaum, Klender, Jakarta Timur. Untuk sobat wisata yang ingin pergi ke Masjid tersebut bisa menjangkaunya dengan transportasi umum yakni, Bus TransJakarta dengan waktu operasional setiap hari dan 24 jam (tarif: Rp3.500,00). Naik Bus TransJakarta dari Halte Cempaka Mas dengan rute Tanjung Priok - PGC 2 (koridor 10). Turun di Halte Pedati Prumpung dan lanjutkan dengan menggunakan transportasi daring menuju lokasi (estimasi tarif: Rp15.000,00 - Rp28.000,00). 4. Makam Pangeran Jayakarta Salah satu kawasan wisata ziarah Islam yang sayang untuk ditinggalkan bagi anda yang datang ke Jakarta adalah Kawasan Jatinegara Kaum. Kawasan ini berlokasi di jalan Jatinegara Kaum No.49, RT.6/RW.3, Jatinegara Kaum, Kec. Pulo Gadung, Jakarta Timur.   Kawasan Jatinegara Kaum merupakan perkampungan tempat Pangeran Jayakarta tinggal. Pangeran Jayakarta sendiri dikenal sebagai pemimpin Jakarta pada masa penjajahan Belanda tahun 1619-1640. Sejak tahun 1619 setelah pelabuhan Jayakarta dikalahkan oleh pasukan VOC di bawah kepemimpinan Jan Pieterszoon Coen. Pangeran Jayakarta lalu melarikan diri ke Jatinegara dan menjadikan kawasan ini sebagai tempat pemerintahan. Ia lalu membangun sebuah masjid yang diberi nama masjid Assalafiyah. Di masjid ini, Pangeran Jayakarta mengatur strategi melawan Belanda hingga wafat pada tahun tahun 1640 dan di makamkan tepat di samping masjid.    Makam Pangeran Jayakarta sampai saat ini tidak pernah sepi dari peziarah yang datang dari berbagai daerah, terutama pada saat hari-hari besar Islam. Banyak masyarakat percaya bahwa berziarah dan berdoa kepada Tuhan di makam-makam para leluhur tersebut dapat membuat doa kita terkabul. Cara Menjangkau Lokasi: Untuk menuju ke Kawasan Jatinegara Kaum, anda dapat menggunakan kereta dan berhenti di stasiun Klender, lalu berjalan kaki menuju lokasi. 5. Makam Pangeran Sanghyang Pangeran Sanghyang (Rd. Syarif Bin Pangeran Senapati Ngalaga) merupakan seorang tokoh agama yang berasal dari Banten. Pada masa hidupnya, Pangeran sanghyang aktif menyiarkan agama Islam serta berjuang mengusir penjajahan Belanda bersama tokoh-tokoh lainnya pada masanya. Pangeran Sanghyang pun sempat dibuang oleh VOC ke Sri Langka selama 4 tahun dari tahun 1746 hingga 1750   Komplek makam Pangeran Sang Hyang ini dibangun pada abad ke-18 dan berlokasi hanya sekitar 100 meter dari makam Pangeran jayakarta  yaitu di Jalan Jatinegara Kaum No.55, Jatinegara Kaum. Makam ini dilindungi oleh sebuah bangunan permanen seluas 8 x 7 m dengan arsitektur bergaya Jawa-Isalm. Didalam bangunan tersebut terdapat makam Pangeran Sanghyang dan makam lainnya, diantaranya istri Pangeran Sang Hyang yang bernama Tembayung Sari. Pada bagian tengah bangunan terletak sebuah potongan pohon tua yang cukup besar. Bagian makam Pangeran Sang Hyang ditutup kelambu kain putih, sedangkan setiap nisannya ditutup kain berwarna hijau. Cara Menjangkau Lokasi: anda dapat menggunakan kereta dan berhenti di stasiun Klender, lalu berjalan kaki menuju Kawasan Jatinegara Kaum. Lokasi Makam Pangeran Sanghyang berada tidak jauh dari makam Pangeran Jayakarta   6. Makam Pangeran Syarif Datuk Banjir Pangeran Syarif Datuk Banjir merupakan salah seorang penyebar dakwah Islam di Jayakarta. Gelar Dato atau Datuk sendiri lazimmnya disematkan pada ulama atau tokoh yang disegani pada abad 17 hingga ke 19. Syarif Datuk Banjir juga diakui sebagai orang yang menyematkan nama Lubang Buaya. Makam Pangeran Syarif Datuk Banjir terletak di kompleks makam keramat Lubang Buaya, Jakarta Timur. Posisinya tepat di balik tembok belakang Monumen Pancasila Sakti. Di kompleks ini, ada empat nisan berjajar yang seluruhnya merupakan keluarga Datuk. Setibanya di depan lokasi pemakaman, peziarah akan disambut dia patung harimau kecil yang terletak di tiang depan kompleks. Memasuki ke sebuah kamar yang berukuran 2x3 meter, terdapat sebuah ranjang besi biru lengkap dengan aksesorinya. Di bawah ranjang tersebut, disebut terdapat makam Pangeran Syarif Datuk Banjir. Cara Menjangkau Lokasi: Makam Pangeran Syarif Datuk Banjir  terletak di Jalan Kramat P. Syarif No.3, Lubang Buaya, Jakarta Timur. Sobat wisata yang ingin pergi ke lokasi tersebut bisa menjangkaunya dengan transportasi umum yakni, Bus TransJakarta dengan waktu operasional setiap hari dan 24 jam (tarif: Rp3.500,00). Naik Bus TransJakarta dari Halte Semanggi dengan rute Pluit - Pinang Ranti (koridor 9). Turun di Halte Pinang Ranti dan lanjutkan dengan menggunakan transportasi daring menuju lokasi (estimasi tarif: Rp13.000,00 - Rp20.000,00).  

Sambut Tahun Baru Islam dengan Mengunjungi Destinasi Wisata Religi

Sambut Tahun Baru Islam dengan Mengunjungi Destinasi Wisata Religi Jakarta yang menyimpan segudang pesona dan keindahan menawarkan beragam pilihan destinasi wisata, salah satunya yakni wisata religi. Berikut rekomendasi destinasi wisata religi yang dapat anda kunjungi untuk sambut Tahun Baru Islam. 1. Masjid Istiqlal Masjid Istiqlal adalah Masjid Nasional Republik Indonesia yang terletak di wilayah Jakarta Pusat yang menjadi kebanggaan karena merupakan masjid terbesar di Asia Tenggara. Hal menarik yang dapat ditemukan dari Masjid Istiqlal salah satunya adalah perancangnya yakni Friedrich Silaban yang merupakan seorang Kristen Protestan. Dia dipercaya menjadi perancang masjid karena sebelumnya telah memenangkan kompetisi rancang masjid dengan gagasan tema berupa "Ketuhanan" yang diselenggarakan oleh Presiden Republik Indonesia, Bapak Ir. Soekarno. Selaras dengan semboyan Bangsa Indonesia yakni "Bhinneka Tunggal Ika" yang berarti "Berbeda-beda Tetapi Tetap Satu," Masjid Istiqlal menjadi simbol toleransi antaragama karena lokasinya berseberangan dengan Gereja Katedral.   Cara Menjangkau Lokasi: - Bus TransJakarta (Tarif: Rp3.500,00) Naik TransJakarta dari Halte Pulo Gadung menuju Halte Harmoni (Koridor 2). Pastikan anda turun tepat di Halte Istiqlal. Perjalanan kira-kira memakan waktu sekitar 1 Jam. Waktu operasional: Setiap hari, beroperasi selama 24 jam.   2. Masjid Ramlie Musofa Masjid Ramlie Musofa merupakan tempat ibadah yang didirikan sebagai bentuk perwujudan cinta dari seorang mualaf kepada Allah SWT. Pendirinya yakni Haji Ramli Rasidin merupakan warga keturunan Tionghoa asal Aceh yang merantau ke Jakarta pada tahun 1970-an.   Masjid ini sekilas tampak seperti Taj Mahal di India dan sejak dahulu kala Haji Ramli Rasidin memang bercita-cita untuk membuat masjid megah dengan akulturasi beragam budaya. Perwujudan dari mimpi tersebut akhirnya direalisasikan pada tahun 2011. Masjid Ramlie Musofa mulai dibangun dengan mengusung konsep rancangan akulturasi 3 budaya yakni Melayu, Arab dan Cina.   Cara Menjangkau Lokasi: - Bus TransJakarta (Tarif: Rp3.500,00) Naik TransJakarta dari Halte PGC 2 menuju Tanjung Priok (Koridor 10). Kemudian turun di Sunter Kelapa Gading. Selanjutnya dilanjutkan dengan menaiki transportasi daring menuju lokasi (estimasi tarif: Rp13.000,00-Rp25.000,00) Waktu operasional: Setiap hari, beroperasi selama 24 jam. 3. Jakarta Islamic Center Jakarta Islamic Center atau Pusat Pengkajian dan Pengembangan Islam di Jakarta merupakan sebuah lembaga yang didirikan di tempat eks Lokalisasi Resosialisasi (Lokres) Kramat Tunggak, Tanjung Priuk pada tahun 2001 dan merupakan gagasan dari Gubernur H. Sutiyoso.   JIC tidak sekedar masjid saja, JIC diharapkan menjadi salah satu simpul pusat peradaban Islam di Indonesia dan Asia Tenggara yang menjadi simbol kebangkitan Islam di Asia dan Dunia. Ciri peradaban yang dimaksud adalah dengan adanya kelengkapan fasilitasi fungsi-fungsi kemakmuran masjid yang terdiri dari fungsi peribadatan, fungsi kediklatan dan fungsi pedagangan/bisnis. Cara Menjangkau Lokasi: - JakLingko Jak29 (Tarif: Rp5000,00/3 jam) Naik JakLingko Jak29 dari Halte RSUD Koja (rute Tanjung Priok-Semper-Rusun Sukapura). Kemudian turun tepat di depan Jakarta Islamic Center. Waktu operasional: setiap hari pukul 05.00-22.00 WIB.  Sumber video: Instagram resmi Kementerian PUPR https://www.youtube.com/channel/UCsu09VO9BJl-nW2-2W4Xvaw